Minggu, 10 November 2013

SEJARAH DAKWAH ISLAM ; MASA BANI ABBASIYAH



 

 Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
        Secara etimologi, dakwah berarti memanggil,menyeru,dan mengundang.Adapun pengertian Dakwah secara terminologi,yaitu ajakan untuk mentaati dan mengikuti ajaran agama yang dibawa oleh nabi Muhammad saw sebagai agama yang dikehendaki dan diridai oleh Allah swt.Dipandang dari segi terminologinya,adapun beberapa definisi dari para Ahli,yaitu sebagai berikut;dakwah menurut syaikh ali mahfuzh adalah mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan petunjuk,menyuruh mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari perbuatan Mungkar agar mereka mendapat kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat,dakwah menurut Abu Bakar Zakaria;Dakwah ialah usaha para ulama dan orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang Agama islam untuk memberi pengajaran kepada khalayak hal-hal yang dapat menyadarkan mereka tentang urusan Agama dan urusan dunia sesui dengan kemampuannya.Jika dilihat dari segi Metode, dakwah dibagi menjadi tiga macam yaitu sebagai berikut;
1.  Dakwah bi al-Kitabah, yaitu berupa buku, Majalah, surat kabar,spanduk, pamplet, lukisan-lukisan dan sebagainya.
2.  Dakwah bi al-Lisan, meliputi Ceramah, seminar, diskusi, khutbah,obrolan dan sebagainya.
3.  Dakwah bi al-Hal, yaitu berupa perilaku yang sopan sesuai dengan ajaran islam, memelihara lingkungan, tolong-menolong sesama, misalnya membantu fakir miskin, memberikan pelayanan sosial dan sebagainya.
            Kita mengetatahui bahwa Dakwah adalah kewajiban menyampaikan ajaran islam yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yang bertujuan untuk mengembangkan agama Islam.oleh karena itu, setelah nabi Muhammad SAW meninggal Dunia, banyak yang mengembangkan kegiatan yang mulia ini selain sahabat-sahabat Rasulullah Saw, salah satunya yaitu pada Masa Bani Abbasiyah.

1.2  Rumusan masalah
1.    Bagaimana sejarah peradaban bani Abbasiyah?
2.    Bagaimana sejarah perkembangan Dakwahnya?


1.3 Tujuan Penulisan

1.    Menguraikan atau menjelaskan Sejarah peradaban dan Dakwah Islam di Masa Bani Abbasiyah.
2.    Membuat penyusunan Makalah mengenai sejarah Dakwah di Bani abbasiyah.


1.4 Manfaat Penulisan
1.    Dapat dijadikan Bahan referensi
2.    Meningkatkan pengetahuan mahasisiwa mengenai Sejarah Dakwah khususnya sejarah Dakwah pada masa Bani Abbasiyah.






BAB II
Pembahasan
2.1 Khilafah bani abbasiyah
                       
Bani Abbasiyah Pertama Kali didirikan oleh Abdullah as-safa ibn muhammad ibn ali bin Abdullah ibn al-abass atau yang disingkat dengan Abu al-abbas al-safah pada tahun 132 H/750 M.Dinamakan Bani abbasiyah karena Para pendiri dan Penguasa dinasti ini merupakan keturunan abbas yang tak lain adalah paman Nabi Muhammad SAW.Pemerintahan Abbasiyah Melanjutkan pemerintahan Bani Umayyah yang telah hancur di Damaskus.Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti terpanjang, berkisar antara 750- 1258 M.Awal kekuasaan Dinasti Abbasiyah ditandai dengan Pembangkangan Bani Umayyah di Andalusia (Spanyol).Pada periode pertama Bani Abbasiyah mengalami kemajuan. Namun sayang , kekuasaan pada masa Abu Al-Abbas,pendiri dinasti ini  tidak bertahan lama yaitu 750-754 M.Oleh karena itu Pada Tahun 762 M , Abu Jafar al-Manshur yang berperan penting dalam pemerintahan Abbasiyah , memindahkan Ibukota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan Ctesiphon , bekas Ibukota Persia. Oleh karena itu , ibukota pemerintahan Dinasti Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa persia.Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncak keemasannya pada masa Khalifah Harun al-Rasyid dan puteranya Al-Ma’mum.
Adapun periode-periode khilafah bani Abbasiyah dibagi menjadi lima yaitu sebagai berikut;
v  Periode pertama ( 132 H-232 H/ 750 M- 847 M)
    Walaupun Abu abbas adalah pendiri Dakwah ini, pemerintah yang hanya singkat( 750- 754 M). Pembina dakwah ini sebenarnya adalah Abu jafar Al-Mansur. Dia dengan keras menghadapi lawannya dari bani umayyah. Untuk mengamankan kekuasaannya, ia menyingkirkan satu persatu tokoh besar sezamannya yang mungkin menjadi pesaing baginya. Abdullah bin ali dan Salih bin ali, keduanya adalah paman sendiri yang telah ditunjuk sebagai Gubernur oleh khalifah sebelumnya di Suriah dan Mesir, akhirnya terbunuh ditangan Abu muslim Al-Khurasani karena tidak bersedia membaiatnya. Untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri itu, Al-manshur kemudian memindahkan Ibukota dari Al-hasyimiyah, dekat Kufah, ke kota yang baru dibangunnya,Baghdad, pada tahun 767 M.
Tingkat kemakmuran yang paling tinggi adalah pada zaman Harun ar-Rasyid. Kesejahteraan sosial, kesehatan , pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah Negara islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat tak tertandingi.
v  Periode kedua (847 M- 945 M)
     Khalifah Al-mu’tashim, khalifah berikutnya, memberi peluang besar orang turki masuk pada pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal.Daulah abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang muslim mengikuti perjalanan sudah terhenti. Ketentaraan kemudian terdiri dari prajurit-prajurit Turki yang profesional. Kekuatan militer dinasti Abbas menjadi sangat kuat. Akibatnya, tentara itu menjadi sangat dominan sehingga khalifah berikutnya sangat dipengaruhi atau menjadi boneka ditangan mereka.
Khilafah Al-mu’tashim terhadap unsur turki dalam ketentaraan dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan arab dan Persia pada masa Al-ma’mun dan sebelumnya. Al-mu’tashim dan khalifah sesudahnya, al-Wasiq, mampu mengendalikan mereka. Akan tetapai, khalifah al-muttawakkil wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat khalifah sesuai dengan kehendak mereka.
v  Periode ketiga( 945 M- 1055 M)
Periode ini daulah Abbasiyah berada dibawah kekuasaan bani Buwaihi. Keadaan khilafah lebih buruk dari pada masa sebelumnya, terutama karena Bani Buwaihi adalah penganut Aliran syiah. Meskipun demikian, dalam bidang ilmu pengetahuan , daulah abbasiyah mengalami kemajuan pada periode ini. Pada masa ini muncul para pemikir besar, seperti; Al-farabi, Ibn-sina, dan Al-biruni.
v  Periode keempat ( 1055 M- 1119 M)
Periode ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah Abbasiyah. Adanya khalifah Bani Seljuk ini adalah atas “ Undangan” khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani buwaihi di Baghdad. Keadaan khalifah  memang membaik, paling tidak karena kewibawaannya dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai orang syiah. Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga berkembang pada periode ini. Nizam al-mulk, perdana menteri mendirikan madrasah Nizamiyah (1067) dan Hanafiyah di Baghdad.
Dalam bidang politik, pusat kekuasaan menjadi beberapa profinsi dengan seorang Gubernur untuk mengepalai masing-masing propinsi tersebut. Pada masa kekuasaan melemah, masing-masing propinsi memerdekakan diri.
v  Periode kelima ( 1119 M- 1258 M)
Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa,tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah datang tentara mongol dan tartar menghancurluluhkan Baghdad tanpa perlawanan 1258 M.
Faktor-faktor yang membuat daulah Abbasiyah lemah dan hancur dapat dikelompokkam menjadi faktor intern dan faktor ekstern
1)    Faktor intern
v  Adanya persaingan yang tidak sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia, dan turki.
v  Adanya konflik aliran pemikiran dalam islam yang sering menyebabkan timbulnya konflik berdarah
v  Munculnya Dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari kekuasaan pusat di Baghdad.
2)    Faktor ekstern
v   Perang salib yang terjadi dalam beberapa gelombang
v   Hadirnya tentara mongol dibawah pimpinan Hungu kahn dan menguasai kota Baghdad.
   
2.2 Lingkup Negara dan Penguasa
            Khalifah Harun ar-Rasyid dikenal sebagai Khalifah yang sangat memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan bagi masyarakatnya baik itu Ilmu pengetahuan Agama maupun Ilmu pengetahuan umum. Oleh karena itu, masyarakat Daulah Abbasiyah menghormati Para ulama yang memberikan pengajaran kepada mereka. Selain masyarakatnya yang belajar dari para ulama, keturunan para penguasapun juga diajari segala Ilmu pengetahuan. Kemudian para penguasa memberikan fasilitas dalam rangka upaya penerjemahan berbagai ilmu pengetahuan dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab. Setelah itu, melakukan perluasan dan pembinaan wilayah dawah.
            Para pemimpin dinasti Abbasiyah pada masa kejayaannya memandang Dunia adalah sarana yang mengantarkan manusia untuk mencapai kebahagiaan Akhirat, mereka juga mempercayai bahwa seluruh materi tidak dapat dipisahkan dari Rohani. Para khalifah dinasti Abbasiyah telah behasil menyiapkan landasan bagi perkembangan pengetahuan serta filsafat didalam agama islam. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan, filsafat dan ilmu-ilmu lainnya.
*      Kontak antara islam dan persia yang menjadi jembatan berkembangnya sains dan filsafat karena secara kultural persia banyak berperan dalam pengembangan keilmuan yunani, terutama Akademi Jundisapur dan pusat-pusat ilmiah lain seperti salonika, ctesipon, dan nishapur.
*      Para khalifah Abbasiyah sangat mencintai ilmu, terutama khalifah Harun al-Rasyid dan al-Makmum.
*      Peran keluarga Barmak sebagai pendidik di Lingkungan Istana, secara turun-temurun menjadi penasihat intelektual khalifah.
*      Banyaknya aktivitas penterjemahan literatur-literatur yunani ke dalam bahasa arab yang di dukung dengan kebijakan khalifah dengan cara memberikan imbalan kepada penterjemah.
*      Adanya peradaban dan kebudayaan yang heterogen di Baghdad menimbulkan proses interaksi antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
*      Situasi sosial Baghdad yang bermacam suku, ras,dan etnis serta masing-masing kultur satu sama lain, mendorong adanya pemecahan masalah dari pendekatan intelektual.
A.   Cabang-cabang ilmu pengetahuan
Dalam dunia islam , secara umum ilmu pengetahuan dibagi dua macam, yaitu ilmu aqli dan naqli.Adapun ilmu naqli di bawah ini sebagai berikut;
a.    Ilmu Tafsir
Penafsiran Al-Qur’an terbagi menjadi dua cara; yakni pertama,tafsir bi al-Matsur, adalah metode menafsirkan al-qur’an dengan dalil Al-qur’an, Hadis nabi, pendapat para sahabat dan perkataan para tabiin yang menjelaskan maksud Allah swt dari nash-nash Al-qur’an.cara kedua, tafsir bi al-ra’yi adalah penafsiran ayat-ayat al-qur’an berdasarkan ijtihad penafsir dan menjadikan akal pikiran sebagai pendekatan utama.
b.    Ilmu Hadis
Hadis pada periode sebelumnya telah dikodifikasi, tetapi belum diadakan penyaringan, sehingga antara hadis nabi dan bukan hadis nabi terjadi percampuran. Berkenan dengan keutamaan hadis sebagai sumber hukum yang kedua setelah al-qur’an, maka ulama islam berusaha semaksimal mungkin untuk menyaring hadis-hadis Rasulullah untuk diterima sebagai sumber hukum. Penyaringan hadis diadakan dengan cara kritik terhadap sanad( jalur penyampaian hadis) maupun matan( isi hadis).
c.  Ilmu kalam
Kaum mu’tazilah berjasa dalam menciptakan ilmu kalam, karena mereka adalah gigih membela terhadap islam dari serangan yahudi, nasrani dan watsani. Menurut riwayat, mereka mengirim para juru dakwah ke segenap penjuru untuk menolak serangan musuh.
d.    Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf yaitu salah satu ilmu tumbuh dan matang dalam zaman daulah Abbasiyah,ilmu tasawuf adalah ilmu syariat yang baru diciptakannya. Inti ajarannya; tekun beribadat dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan kesenangan dan perhiasan dunia dan bersunyi diri dalam beribadah.
e.    Etika
Etika ( akhlak) islam bersumber pada Al-qur’an dan Sunnah. Beberapa karya ilmiah telah dihasilkan dalam bidang ini. Paling tidak ada tiga corak penulisan; pertama, pelajaran akhlak berupa anekdot, pepatah dan kata-kata hikmah.kedua, adalah cerita-cerita, filsafat populer tentang moral yang diperoleh pada fabel, dan pepatah dari lukman serta untaian hikmah dari para sahabat yang dihimpun oleh al-Muwardi dalam buku “ Adab al-dunya wa al-din”. Ketiga, buku-buku yang bercorak filsafat akhlak,seperti yang ditulis oleh al-Ghazali dalam ihya ulum al-din
f.     Ilmu hukum
Dalam rangka memperluas ruang lingkup dan cakrawala pandangan hukum islam, para fuqaha yang lahir pada masa Abbasiyah digolongkan dua aliran yaitu ahli hadis dan ahli ra’yi. Ahli hadis mendasarkan pemikiran-pemikirannya pada hadis Rasulullah.sedangkan ahli Ra’yi mendasarkan pemikiran-pemikirannya hukumnya pada kemampuan akal pikiran. Di kufah, Basrah, dan Baghdad sedikit hadis nabi yang tersebar, karena itu lebih diutamakan ra’yi.
            Adapun perkembangan ilmu aqli pada masa bani Abbasiyah yaitu;
a)    Ilmu filsafat
Setelah kitab-kitab falsafah yunani diterjemahkan kedalam bahasa arab di zaman khalifah Harun al-Rasyid dan khalifah al-makmum, barulah kaum muslimin mempelajari ilmu filsafat bahkan menafsirkan dan mengadakan perubahan serta perbaikan sesuai dengan ajaran islam.
b)   Ilmu kedokteran
          perkembangan ilmu kedokteran sejalan dengan perkembangan ilmu filsafat. Mula-mula Al-Mansur mengundang seorang dokter kepala dari jundishapur kemudian berturut-turut mengundang dokter-dokter ternama dari syria, mesir, bizantium, dan india untuk berkumpul di Baghdad. Buku-buku yunani, iran, india, dan lain-lain diterjemahkan kedalam bahasa arab.
c)     Farmasi dan kimia
                 Ilmu farmasi dan kimia merupakan ilmu yang berhubungan dengan pembuatan obat-obatan. Kedua ilmu ini berhubungan dengan ilmu tumbuh-tumbuhan.
d)     Ilmu matematika
            Ilmu matematika adalah suatu cabang ilmu yang berkembang pesat dikalangan umat islam, karena hukum-hukum syariat tentang zakat dan waris menuntut perhitungan aritmatika.
            Salah satu matematikawan terkenal di Dunia islam adalah Muhammad bin musa al-Khawarizmi( 780-850 M), ia juga ahli Geografi terkemuka. Ia adalah pelopor angka nol dalam ilmu hitung. Metode perhitungannya kemudian dikenal dengan algoritme.
e)    Ilmu geografi
            Ilmuwan-ilmuwan muslim juga sangat memperhatikan bumi dan segala isinya. Ilmu tentang bumi pada zaman modern terbagi menjadi disiplin ilmu, geografi, geologi, geofisika dan meteorologi.
B.   Sistem pengembangan ilmu pengetahuan
Secara umum pengembangan ilmu pengetahuan dan filsafat ditempuh dengan beberapa tahap.pertama,kegiatan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat dari bahasa yunani, persia dan romawi kedalam bahasa arab yang dilakukan oleh kaum muslimin secara terbuka dan bekerja sama dengan penterjemah dari agama yahudi dan nasrani.kedua, karya-karya ilmiah yang telah diterjemahkan diberi komentar oleh kaum muslimin dan diberikan persesuaian dengan agama. Tahap ketiga, hasil-hasil terjemahan tersebut dikoreksi. Teori-teori yang telah diberikan para ahli diberikan penjelasannya. Bahkan berkat kepekaan para pemikir islam, hasil koreksi terhadap teori-teori yang telah ada dapat memancing lahirnya teori baru sebagai hasil renungan mereka.
Secara khusus, adapun tiga tahap pula dalam penyusunan buku-buku yang bernilai ilmiah yaitu; tahap pertama, masih berbentuk lembaran-lembaran yang belum tersusun rapi. tahap kedua, karya para ulama yang sudah dibukukan bentuk penyusunan sederhana, tahap ketiga, karya para ulama sudah tersusun rapi menurut klasifikasi ilmu. Dalam tahapan inilah lahirnya karya-karya para ulama dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan filsafat yang tersusun rapi menurut kaedah-kaedah ilmu pengetahuan.
2.3 Lingkup masyarakat
       Aktivitas dakwah dalam lingkungan masyarakat adalah pengkajian ilmiah sangat marak dilakukan di Baghdad, karena masjid dan sekolah dipenuhi dengan kajian ilmiah dengan materi yang bervariasi, hal ini didukung dengan keberadaan ulama yang berperan besar pada masa tersebut. Para ulama berperan dalam pencerahan iman pada masyarakat dan materi yang paling menonjol adalah tazkiah al-Nufus.

A.   Lembaga-lembaga pendidikan
       Adapun didirikannya lembaga-lembaga pendidikan dalam lingkup masyarakat adalah sebagai berikut;
v  Kuttab yaitu lembaga pendidikan tingkat dasar sudah ada sejak zaman nabi.kuttab berdiri sejak abad 8 M, yang awalnya hanya mengajarkan ilmu agama sudah mengajarkan ilmu pengetahuan.
v  Halaqah adalah model pendidikan dimana seorang guru duduk dikelilingi oleh murid-muridnya. Menurut Harun Asrohah, halaqah merupakan lembaga pendidikan setingkat dengan college.
v  Masjid selain digunakan untuk tempat ibadah, juga digunakan untuk menuntut ilmu.misalnya masjid Al-Mashur di Baghdad memiliki 40 halaqah sehingga sangat ramai dikunjungi oleh penuntut ilmu.
v  Majelis munadharah, yaitu majelis tempat pertemuan para ulama sarjana, ahli pikir dan pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
v  Baitul hikmah, yang didirikan oleh Harun al-Rasyid dan kemudian disempurnakan oleh khalifah makmum. Baitul hikmah adalah perpustakaan terbesar , yang juga disediakan ruangan-ruangan tempat belajar dan dilengkapi dengan observatorium.
v  Madrasah nidhamul muluk, yang didirikan oleh perdana menteri Nizham al-Mulk , adalah orang yang mula-mula mendirikan madrasah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini “ Madrasah”.


BAB III  
Penutup
3.1 Kesimpulan
                        Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan pada masa bani abbasiyah mengakibatkan dakwah semakin berkembang. Itu karena lahirnya para ilmuwan muslim dari perkembangan ilmu pengetahuan membantu eksistensi agama islam khususnya dakwah itu sendiri.
3.2 Saran
                        Saran penulis adalah kita sebagai umat muslim dalam rangka mengembangkan dakwah alangkah baiknya kita terlebih dahulu menuntut ilmu karena orang yang berilmu merupakan karakteristik ideal yang harus dimiliki oleh seorang da’i dan allah sangat menyukai orang yang berilmu.





Daftar Pustaka
Sj, Fadil, pasang surut peradaban islam dalam lintasan sejarah.2008.Malang; UIN Malang press
Yatim, Badri, sejarah peradaban islam dirasah islamiyah II.1993.Jakarta; PT Raja grafindo persada

Sumber internet;
Google.com

ULUMUL HADIS ; KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIS


 


Bab I
                                               PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kita Mengetahui Bahwa di dalam kehidupan Beragama semua orang Masing-masing memiliki pedoman atau petunjuk sesuai Agama yang di Anutnya.salah satunya adalah Umat Islam.setelah Nabi Muhammad SAW Meninggal Dunia , Umat Muslim ditinggalkan Dua Perkara Bilamana mereka tetap berpegang teguh terhadap keduanya untuk diJadikan Pedoman Dalam hidup Akibatnya orang yang mengikuti Dua Hal tersebut Tidak Tersesat Untuk Selama-lamanya,Sehingga mereka selalu mendapat Ridho Allah SWT.Salah Satu Dari Keduanya Adalah Hadits.
Hadits Berasal dari Bahasa Arab , Kata Mufrad al-hadits , yang jama’nya adalah al-ahadits dan kata Dasarnya adalah tahdits yang artinya “Pembicaraan” . Dari sisi Bahasa , Kata Hadits memiliki beberapa Arti , diantaranya ialah ;
*      Al-jadid yang artinya ; “ yang baru “ ,lawan kata dari al-qadim yang artinya “ yang lama “ .

  • Al-thariq yang Artinya ; “ jalan “ .
  • Al-khabar  yang Artinya; “ Berita “ . 
  •    Al-sunnah yang Artinya ; “ Perjalanan “ .
  Selain pengertian Hadis Menurut Bahasa , Ada Pula Uraian pengertian Hadis Menurut Istilah, yaitu sebagai berikut ;
*      Ahli Hadits mengemukakan bahwa Hadis ialah segala perkataan Nabi saw , baik berupa perkataan , perbuatan , ketetapan ( taqrir ) Maupun sifat Beliau .
*      Ahli Ushul  menyatakan “ Semua perkataan SAW , Perbuatan Nabi dan Taqrirnya yang berkaiatan dengan Hukum – hukum syara’ dan ketetapannya”. Oleh sebab itu, Hadis adalah sesuatu yang berhubungan erat dengan missi dan ajaran allah yang menjadi tugas Muhammad saw sebagai Rasulullah , berupa ucapan , perbuatan dan ketetapan.
*      Lain halnya dengan Ahli Fiqih , Hadis yang dipandang sebagai Suatu Perbuatan yang dilakukan , tetapi tingkatannya tidak sampai pada Wajib atau Fardhu .

     Demikianlah beberapa Pengertian mengenai Hadis Baik itu secara Bahasa maupun secara istilah,adapun kedudukan dan fungsi Hadis dalam Bab Pembahasan .

1.2  Rumusan Masalah
v  Apa kedudukan dan fungsi Hadis?

1.3Tujuan Penulisan
v  Menguraikan Kedudukan dan Fungsi Hadis.
v  Membuat Referensi mengenai Kedudukan dan Fungsi Hadis.

1.5  Manfaat Penulisan
v  Menambah Pengetahuan tentang Hadis .
v  Membuka Wawasan terutama wawasan agama islam .
v  Dijadikan sebagai Bahan Pembelajaran bagi Mahasiswa STAIN Kendari Khususnya Mahasiswa Dakwah .



 Bab II
PEMBAHASAN
2.1 Kedudukan Hadis

Seluruh Umat Islam Mengetahui Bahwa Hadis Merupakan Sumber Hukum Islam yang kedua Setelah Al-qur’an  yang Mana sebelumnya telah disepakati Oleh Umat Muslim. Keharusan Mengikuti Hadis Bagi Umat Islam Baik Berupa Perintah Maupun Berupa Larangannya sama Halnya dengan Kewajiban Mengikuti Al-qur’an . Hal ini Karena , Hadis Merupakan Penjelas terhadap Al-Qur’an , yang Karenanya siapapun tidak akan bisa Memahami Al-Qur’an Tanpa Memahami dan Menguasai Hadis. Begitu Pula halnya, menggunakan Hadis Tanpa Al-qur’an. Karena Al-Qur’an Merupakan Dasar Hukum pertama, yang didalamnya berisi Garis Besar Syari’at. Dengan Demikian, antara Hadis dengan Al-Qur’an Memiliki Kaitan Sangat erat , yang untuk memahami dan mengamalkannya tidak bisa dipisah-pisahkan atau Berjalan sendiri-sendiri .
      Untuk lebih memahami kedudukan hadis lebih jauh sebagai sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an , dapat dilihat beberapa dalil yaitu dalil naqli ( Al-Qur’an dan Hadis ) dan dalil ‘aqli ( rasional ). Seperti di bawah ini .
A.   Dalil Al-Qur’an
          Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban untuk tetap teguh beriman kepada allah swt dan Rasulnya . Iman kepada Rasulullah SAW sebagai utusan allah SWT , merupakan suatu keharusan dan sekaligus kebutuhan setiap individu. Dengan demikian , Allah akan memperkokoh dan memperbaiki keadaan mereka. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Imran ayat 17 dan an-nisa ayat 136.
           Allah juga memerintahkan umat islam agar percaya kepada Rasulullah SAW , juga menyerukan agar mentaati segala bentuk perundang-undangan peraturan yang dibawanya,baik berupa perintah maupun larangan .Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 32 yang Artinya “Katakanlah ; “ Taatilah Allah dan Rasulnya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.Begitu pula dalam surat Al Hasyr ayat 7 Allah berfirman;
“ ..... apa yang diberikan rasul kepadamu , maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. “

          Selain ayat-ayat diatas , Masih banyak lagi ayat-ayat yang sejenis yang menjelaskan soal ketaatan kepada Allah dan Rasulnya ini.Dari beberapa ayat Al-Qur’an yang telah dijelaskan, dapat ditarik suatu pemahaman , Bahwa ketaatan kepada Nabi Muhammad SAW adalah bersifat Mutlak , sebagaimana ketaatan kepada Allah SWT. Begitu pula Halnya dengan Ancaman atau peringatannya bagi yang Durhaka; Ancaman Allah swt sering disejajarkan dengan Ancaman karena Durhaka kepada Rasulnya.

B.   Dalil Hadis Rasulullah SAW
           Menyangkut Hadis Nabi Muhammad SAW , tidak hanya dalil Al-Qur’an saja yang menjelaskannya ,dalil yang berdasarkan Hadis Rasulullah sendiri juga turut menjelaskan.Banyak Hadis yang Menggambarkan hal ini yang menunjukkan perlunya ketaatan kepada perintahnya.Dalam salah satu pesannya ,  yang diriwayatkan oleh Al-
Hakim yaitu “ Aku tinggalkan kamu dua pusaka pada kalian. Jika kalian berpegang kepada keduanya, niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah, ( Al-Qur’an ) dan sunnah Rasulnya”.


C.   Kesepakatan Ulama ( ijma’)
           Persetujuan umat Islam dalam menyepakati Hadis sebagai sumber hukum Islam yang kedua yang mana kesepakatan tersebut dilandasi dengan sikap mempercayai, menerima serta mengamalkan segala ketentuan yang terkandung didalam Hadis Berlaku sepanjang Zaman, sejak Nabi Muhammad saw masih hidup dan sepeninngal- annya, masa khulafa ar-rasyidin , tabi’in , tabi’u tabi’in atau tabi’in tabi’i , serta masa-masa selanjutnya , dan tidak ada yang menging- karinya sampai sekarang. Banyak diantara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungannya , akan tetapi mereka menghafal, mentadwin, dan menyebarluaskan dengan segala upaya kepada generasi-generasi selanjutnya .Dengan ini, sehingga tidak ada Satu Hadispun yang tercecer dari pemeliharaanya. Begitu pula , tidak ada satu Hadis palsupun yang dapat Mengotorinya.

D. Petunjuk Akal
           Kerasulan Nabi Muhammad saw telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Ini menunjukkan adanya pengakuan, bahwa Rasulullah saw membawa misi untuk menegakkan Amanat dari zat yang me-ngangkat kerasulan itu, yaitu Allah swt. Dari Aspek akidah, Allah SWT Bahkan menjadikan kerasulan ini sebagai salah satu dari prinsip keimanan. Dengan demikian , manifestasi dari pengakuan dan keimanan itu mengharuskan semua umatnya mentaati dan mengamalkan segala peraturan serta insiatif Beliau, baik yang beliau ciptakan atas  bimbingan wahyu maupun hasil ijtihadnya sendiri.
           Didalam mengemban misinya itu, terkadang Beliau hanya sekedar menyampaikan apa yang diterima dari Allah swt, baik misi  maupun Vormulasinya dan terkadang pula atas insiatif sendiri dengan bimbingan ilham dari tuhan. Namun juga beliau tidak jarang  membawakan hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang
tidak ditunjuk oleh wahyu dan tidak dibimbing oleh ilham. Kesemuanya itu merupakan Hadis Rasul, yang terpelihara dan tetap berlaku sampai ada nas yang menasakhnya.



2.2Fungsi Hadis ( terhadap Al-Qur’an)
A. Bayan at-Taqrir
          Bayan at-Taqrir disebutkan juga dengan bayan at-Ta’ kid dan Bayan al-itsbat. Yang dimaksud dengan Bayan ini adalah menetapkan  dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam Al-Qur’an.fungsi  hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an,   salah satu contohnya adalah surat Al-maidah ayat 6 tentang  keharu-san berwudhu sebelum shalat yang Artinya“ Hai orang-orang yang beriman , apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan ( Basuh ) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”.Ayat ini ditaqrir oleh Hadis Riwayat al-Bukhary dari Abu Hurairah, yang berbunyi ;” Tidak diterima shalat seseorang yang berhadas sebelum berwudhu “.
          Jadi berdasarkan uraian diatas, Bayan  at-Taqrir adalah Hadis yang Berfungsi untuk menetapkan dan memperkuat apa-apa yang telah dijelaskan dan ditetapkan oleh Al-Qur’an. Menurut sebagian ulama, bayan taqrir atau bayan ta’kid bisa juga disebut dengan bayan al-Muwafiq li-nash al-kitab al-karim.


B. Bayan at-Tafsir
          Adalah  Hadis yang berfungsi untuk memberikan tafsiran dan rincian terhadap hal-hal yang sudah dibicarakan oleh Al-Qur’an. Hal ini dapat dikelompokkan di bawah ini sebagai Berikut;
1.    Bayan al- Mujmal
                        Mujmal Artinya Ringkas atau singkat. Dari ungkapan yang singkat ini terkadang banyak Makna yang perlu dijelaskan. Hal ini  Karena , belum jelas makna mana yang dimaksudkannya, kecuali setelah adanya penjelasan atau Perincian.Dengan kata lain, ungkapannya masih bersifat umum. salah satu contohnya adalah
a)    Hadis tentang tata cara shalat
“ Shalatlah kamu sekalian sebagaimana engkau sekalian melihat aku shalat”. H.R Bukhary

2.    Taqyid al-Muthlaq
Maksudnya ialah Hadis itu memberikan batasan-batasan terhadap ayat-ayat yang sifatnya masih mutlak yaitu kata yang menunjukkan pada hakikat kata itu sendiri apa adanya, dengan tanpa memandang jumlah maupun sifatnya.Contoh;
Hadis tentang status hukum bangkai dan belalang,yaitu;
“ Telah dihalalkan bagi kamu sekalian dua Macam Bangkai, yaitu bangkai ikan dan Bangkai Belalang” .

3.    Takhshishu al-‘Am
Kata am, kata yang menunjukkan makna dalam jumlah yang banyak. Sedang kata Takhshish atau khash, ialah kata yang menunjuk arti Khusus, tertentu atau tunggal.yang dimaksud menthakshish yang ‘ am disini adalah yang membatasi keumuman ayat al-Qur’an sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu.contoh;
Artinya; “ Allah telah mensyariatkan bagimu tentang ( pembagian harta pusaka untuk)anak-anakmu, yaitu bagian anak laki-laki dua kali lipat dari bagian anak perempuan”.
Ayat  di atas ditakhshih oeh hadis yang berbunyi;” Nabi saw bersabda;”Tidaklah seorang muslim mewarisi harta dari orang kafir dan orang kafir tidak boleh mewarisi harta muslim”.

C. Bayan at-Tasyri
                         Ialah membentuk hukum yang didalam Al-Qur’an tidak ada atau sudah ada tetapi sifatnya hanya khusus pada masalah-masalah pokok, sehingga kedatangan hadis dapat dikatakan sebagai tambahan terhdap al-Qur’an.contoh;“ Bahwasanya Rasul saw telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat islam pada bulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang.
D . Bayan an-Nasakh
                        Ialah hadis yang berfungsi untuk melakukan perubahan terhadap apa-apa yang telah ditetapkan oleh al-Qur’an.Salah satu contoh;sabda Rasul saw dari abu umamah al-Baili yang berbunyi;” Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tiap-tiap orang Haknya ( masing-masing ). Maka,tidak ada wasiat bagi ahli waris”. ( H.R Ahmad dan al-Arba’ah,kecuali an-Nasa’i).Hadis ini dinilai Hasn oleh Ahmad dan at-Turmudzi.Hadis ini menurut mereka menasakh isi al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 180” Diwajibkan atas kamu,apabila sesorang diantara kamu kedatangan ( tanda-tanda) maut,jika ia meninggalkan harta yang banyak,berwasiat untuk ibu-bapak,dan karib kerabatnya secara ma’ruf,ini adalah kewajiban orang-orang bertakwa” . 

Bab III
PENUTUP                                          
3.1 Kesimpulan
             Berdasarkan pada Bab pembahasan , dapat ditarik kesimpulan Bahwa Hadis berkedudukan sebagai penjelas Hukum atau ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an.
             Didalam al-Qur’an tidak semua memberikan penjelasan mengenai suatu hukum misalnya saja sholat lima waktu.setiap sholat masing-masing rakaatnya berbeda.hal mengenai jumlah rakaat atas masing-masing tidak dijelaskan dalam al-Qur’an.itulah sebabnya Hadis disebut sebagai sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an.
3.2 Saran
                        Sebagai Pengikut Rasulullah saw alangkah baiknya kita mematuhi segala perkataannya dan meneladani perbuatannya karena sebaik-baik umat islam mengikuti ajarannya.


Daftar Pustaka

 Kuraedah, Ulumul hadis II ,Kendari; Istana profesional, 2007


 Ma’shum zein,muhammad, Ulumul Hadis dan Musthalah hadits,Jakarta ;                  Departemen agama RI, 2007

Sulaemang, Ulumul hadis,Cet.I,Hal 21-42, Makassar ; CV Shandra, 2009